Ini kisahku bersama temanku yang baru menjadi muallaf, dia
adalah adik juniorku. Maba angkatan 2014 di Universitas Indonesia. Disini aku
tidak menceritakan awal pertemuan kami dan cerita muallafnya dia. Karena aku
sudah pernah menceritakannya.
Dia ini sangat bersemangat dalam belajar Islam. Aku
benar-benar merasakan semangatnya pada saat kami chatting.
Begini isinya (anngap saja saya = A dan dia = B) :
A : Lii
B : Hai Kakaaak.. Assalamu’alaykum warahmatullahi wa
barakatuh, maaf ya aku baru liat heehehe
A : (menjawab salam), iya gak apa-apa Li, tadi mau kasih
tahu kamu di Rodja ada pembahasan tentang muallaf gitu.
B : yaaaahhh
A : qadarullah yah.. kamu apa kabar?
B : itu apa kak? (dia menanyakan apa itu qadarullah)
A : (kemudian saya menjelaskan makna qadarullah beserta
dalilnya)
B : hoo gituuu… Alhamdulillah baik kakk, kak Tiara apa
kabar? Kangen deh ehehe
A : iya gitu, aku juga baik, samaaa hhe mau denger cerita
kamu lagii. Kamu Ramadhan dan idul Fitrinya gimana Li?
B : gak bisa shalat ied kemarin kak, puasanya juga Cuma bisa
kalo lagi keluar rumah dari pagi aja.
A : ya gapapa Li, Allah Maha Tahu kondisimu. Semoga
selanjutnya dimudahkan ya Li :’)
B : kak, kajiannya ada kapan lagi? Aku udah kangen belajar
Islam.
A : nanti aku Tanya hijab Biru dulu. Eh kamu mau ikut
takhosus gak Li nanti sama aku? Ada ustadzahnya.
B : itu apa kak? (dia belum tahu apa itu takhosus)
A : belajar bahasa arab sama tahsin (cara membca Al-Quran)
Li J
B : mau dong kaaaakkkkkk, mau pake banget
A : sip ustadzahnya jg baik banget Li, hehhe nanti aku
kabarin yah kita mulainya kapan. Aku seneng banget kamu semangat :’D aku jadi
makin semangat juga :’D
B : Abis aku merasa buta banget niihhh kaakk. Baca Al-Quran
belum bisa. Terus aku gak tau belajar apa dulu di Islam. Pertama harus belajar
apa..
A : Tenang semua berproses Li, dimana ada kemauan disitu
pasti ada jalan.
B : Mana liburan gini, gak bisa ngapa-ngapain dirumah L mau denger rodja jg
gak bisa
A : hal pertama yang harus kamu pelajari adalah
tauhid/aqidah. Kaya buku yang aku kasih waktu
itu loh Li.. kamu kerumahku aja..
B : iya kaak :’) buku
kakak kan kau masih titip di Madin kak, nanti aku ambilnya pas udah mulai
kegiatan maba lagi. Aku gak berani nyimpen dirumah.
Dari chatting kami diatas, saya pribadi tertegun melihat
semangatnya untuk mempelajari Islam. Ia selalu menanyakan istilah asing yang
baru ia dengar ya contohnya seperti qadarullah dan takhosus, ini menunjukan
rasa keingintahuannya yang besar mengenai islam. Kemudian ia selalu menanyakan
“kak, kapan kajian lagi?” ini lah yang membuat saya kagum, selama ini saya
selalu berusaha mengajak teman/saudara sesama muslim untuk mengikuti kajian
namun tidak semua merespon baik, memang tidak semua, tapi ada beberapa yang
memang tidak tertarik dengan kajian Islam padahal kebutuhannya terhadap ilmu
tentang Islam sangat dia butuhkan, intinya mereka tidak menyukai kajian dan
lebih suka jika diajak nonton, kaokean, main dll.
Yah ini lah kenyataannya, si
muallaf begitu semangat mengikuti kajian Islam tapi beberapa teman saya justru
tidak tertarik dengan agamanya sendiri. Miris sekali dengan hal ini.
Dia pun ingin sekali mengenakan jilbab, namun apa daya,
keislamannya saja masih disembunyikan.
Suatu saat tepatnya pada hari Senin, 11 Agustus 2014 aku
mengajaknya untuk mengikuti Kajian Ilmiah Ulama Ahlulbait dengan judul Diskusi
Publik Ulama Timur Tengah dengan tema “Konsepsi dan Konsekuensi Cinta
Ahlulbait” bersama dengan As-Sayyid Al-Habib As-Syaikh DR Sholeh Maula
Ad-Dawilah Al-Alawi Al-Husaini dengan penerjemah DR Budiansyah MA (Dosen LIPIA)
di Masjid kampus kami yakni Masjid Ukhuwah Islamiyah (MUI).
Malamnya sebelum kajian aku menawarkannya untuk mengenakan
kerudung dan dia pun mau, kemudian aku berkata pada dia bahwa aku ingin
mengenakan cadar. Kalau mau kajian aku memang selalu mengenakan cadar dan
pakaian gelap, karena hanya pada saat seperti itu aku bisa bebas memakai
pakaian yang aku suka, aku belum mendapat izin untuk mengenakan cadar
dilingkunganku. Oke balik kecerita, aku menanyakan dulu kepada dia bahwa aku
ingin memakai cadar, aku menanyakan karena aku takut dia akan takut padaku saat
dia melihatku nanti saat di kajian. Tak ku sangka jawaban dia sangat melegakan
hatiku, dia mendukungku untuk menggunakan cadar bahkan dia bilang lebih cantik
bercadar. Maa syaa Allah, saat sebagian orang Islam menganggap memakai pakaian
hitam-hitam dan cadar adalah aliran sesat atau terorris tapi bagi si Muallaf
ini tidak, padahal dulu dia pernah bercerita kepadaku bahwa orang tuanya
menasihati dia untuk tidak masuk Islam karena nanti kalau dia masuk Islam nanti
dia bisa cadaran dan pakaiannya gelap-gelap dan terkena aliran sesat. Makanya
aku tanyakan dulu perihal cadar ke dia, tapi ternyata dia malah mendukung, aku berpikir
dia akan berpikiran sama dengan ibunya, dan akan menjauh dariku.
Lalu sampailah aku di MUI, aku berpakaian serba hitam dengan
cadar hitam plus sarung tangan hitam, yang terlihat hanya mataku saja. Saat
diperjalanan aku baru berpikir begini “Duh, kenapa pake hitam-hitam, nanti kalo
dia takut gimana? Seenggaknya walaupun pake cadar pake pakean yang berwarna kek
dikit, yang warna merah marun atau biru atau ungu, ini mah item semua, nanti
kalo dia takut gimana terus malah menjauh dari Islam gimana. Sebagian orang
Islam sendiri aja takut kali ngeliat penampilan gue kaya gini” begitu kataku
dalam hati. Lalu setelah bertemu, dia mengenaliku, aku melambaikan tangan ke
dia dan aku disambut hangat. Hem kemudian kita berdua berpelukan cipika cipiki
sambil mengucapkan salam. Hangat sekali. Dan sepertinya dia tidak takut. Lalu
kami berdua naik kelantai 2 Masjid UI. Lalu turun kembali ke kamar mandi untuk
mengganti pakaiannya, dia belum berkerudung saat itu.
Aku membawa 2 buah gamis satu gamis yang tidak ada
lengannya, jadi memakainya harus didouble dengan baju lengan panjang. Lalu
gamis yang kedua gamis berwarna merah marun panjang yang sering aku pakai. Lalu
aku membawa 3 kerudung yang berbeda ukuran. Yang satu kerudung langsung yang
hanya sebatas sampai menutup dada saja berwarna abu-abu muda, yang kedua
kerudung yang panjangnya se-paha berwarna hitam, dan yang ke tiga kerudung yang
panjangnya hampir sebetis berwarna abu-abu tua. Tujuanku membawa banyak ukuran
kerudung adalah agar ia memilihnya sendiri ukuran mana yang dia suka terlebih
ini baru pertama kali dia mengenakannya. Aku takut kalau aku bawa kerudung yang
panjang semua nanti dia gak suka. Dan pilihannya jatuh pada gamis panjang
berwarna merah marun dan kerudung hitam se-paha. Maa Syaa Allah aku tidak
menyangka kerudung itu yang dipilihnya. Kerudung hitam panjang. Dimana sebagian
muslimah enggan menggunkannya karena katanya serem atau panas atau gak gaul
atau kuno. Tapi inilahh yang syar’I yang dia pilih. Aku senang sekali, kemudian
aku memakaikan kerudung pilihannya itu untuk pertama kalinya. Subhanallah aku
tidak akan melupakan moment itu. Sekarang penampilan dia sudah seperti jamaah
kajian yang lain, Cuma bedanya dia tidak bercadar dan memakai kaos kaki.
Subhanallah… dia lebih cantik berhijab.
Kemudian saat kajian
Karena temanya tentang cinta ahlulbait, maka banyak
menceritakan tentang Rasulullah dan keluarganya juga para sahabatnya, saat
syaikh nya berbicara maka kesempatan itu aku gunakan untuk menjelaskan kepada
temanku ini tentang isi kajian tersebut, karena aku tahu dia masih bingung karena
banyak istilah keislaman dan nama-nama yang bagi dia sangat asing ya seperti
nama para ahlul bait dan para imam periwayat hadits. Dia antusias dalam
mengikuti kajian ini, dia mencatat faedah kajian. Sesekali bertanya, salah
satunya ia menanyakan “kak, Imam Ahmad itu siapa sih?” kemudian aku menjelaskan
sedikit yang aku tahu mengenai Imam Ahmad.
Sampai pada akhirnya kajian selesai.
Dan kami melakukan shalat zuhur berjamaah.
Aku mengantar dia untuk wudhu, dan lagi-lagi aku terkejut.
Kali ini aku dikejutkan dengan cara wudhunya yang nyaris sempurna sesuai dengan
apa yang di contohkan Rasulullah. Maa Syaa Allah. Seringkali aku shalat di
masjid/mushala dan yang aku temukan adalah cara wudhu sebagian orang Islam yang
cenderung asal-asalan. Misal hanya sekadar kakinya terkena air tanpa di usap
itu sering sekali aku dapati, wudhu asal-asalan entah mereka melakukan itu
karena kejahilan atau kesengajaan.
Setelah itu kami shalat berjamaah, dan kami menjadi makmum
masbuq. Kami tertinggal satu rakaat, lalu dia bertanya, kak kalo begini gimana
kak?
... (bersambung)
-MMA-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar