Sabtu, 04 Oktober 2014

Ceritaku dengan Si Muallaf [part 1]


Ini kisahku bersama temanku yang baru menjadi muallaf, dia adalah adik juniorku. Maba angkatan 2014 di Universitas Indonesia. Disini aku tidak menceritakan awal pertemuan kami dan cerita muallafnya dia. Karena aku sudah pernah menceritakannya.

Dia ini sangat bersemangat dalam belajar Islam. Aku benar-benar merasakan semangatnya pada saat kami chatting.

Begini isinya (anngap saja saya = A dan dia = B) :
A : Lii
B : Hai Kakaaak.. Assalamu’alaykum warahmatullahi wa barakatuh, maaf ya aku baru liat heehehe
A : (menjawab salam), iya gak apa-apa Li, tadi mau kasih tahu kamu di Rodja ada pembahasan tentang muallaf gitu.
B : yaaaahhh
A : qadarullah yah.. kamu apa kabar?
B : itu apa kak? (dia menanyakan apa itu qadarullah)
A : (kemudian saya menjelaskan makna qadarullah beserta dalilnya)
B : hoo gituuu… Alhamdulillah baik kakk, kak Tiara apa kabar? Kangen deh ehehe
A : iya gitu, aku juga baik, samaaa hhe mau denger cerita kamu lagii. Kamu Ramadhan dan idul Fitrinya gimana Li?
B : gak bisa shalat ied kemarin kak, puasanya juga Cuma bisa kalo lagi keluar rumah dari pagi aja.
A : ya gapapa Li, Allah Maha Tahu kondisimu. Semoga selanjutnya dimudahkan ya Li :’)
B : kak, kajiannya ada kapan lagi? Aku udah kangen belajar Islam.
A : nanti aku Tanya hijab Biru dulu. Eh kamu mau ikut takhosus gak Li nanti sama aku? Ada ustadzahnya.
B : itu apa kak? (dia belum tahu apa itu takhosus)
A : belajar bahasa arab sama tahsin (cara membca Al-Quran) Li J
B : mau dong kaaaakkkkkk, mau pake banget
A : sip ustadzahnya jg baik banget Li, hehhe nanti aku kabarin yah kita mulainya kapan. Aku seneng banget kamu semangat :’D aku jadi makin semangat juga :’D
B : Abis aku merasa buta banget niihhh kaakk. Baca Al-Quran belum bisa. Terus aku gak tau belajar apa dulu di Islam. Pertama harus belajar apa..
A : Tenang semua berproses Li, dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.
B : Mana liburan gini, gak bisa ngapa-ngapain dirumah L mau denger rodja jg gak bisa
A : hal pertama yang harus kamu pelajari adalah tauhid/aqidah. Kaya buku yang aku kasih waktu  itu loh Li.. kamu kerumahku aja..
B : iya kaak :’)  buku kakak kan kau masih titip di Madin kak, nanti aku ambilnya pas udah mulai kegiatan maba lagi. Aku gak berani nyimpen dirumah.

Dari chatting kami diatas, saya pribadi tertegun melihat semangatnya untuk mempelajari Islam. Ia selalu menanyakan istilah asing yang baru ia dengar ya contohnya seperti qadarullah dan takhosus, ini menunjukan rasa keingintahuannya yang besar mengenai islam. Kemudian ia selalu menanyakan “kak, kapan kajian lagi?” ini lah yang membuat saya kagum, selama ini saya selalu berusaha mengajak teman/saudara sesama muslim untuk mengikuti kajian namun tidak semua merespon baik, memang tidak semua, tapi ada beberapa yang memang tidak tertarik dengan kajian Islam padahal kebutuhannya terhadap ilmu tentang Islam sangat dia butuhkan, intinya mereka tidak menyukai kajian dan lebih suka jika diajak nonton, kaokean, main dll. 
Yah ini lah kenyataannya, si muallaf begitu semangat mengikuti kajian Islam tapi beberapa teman saya justru tidak tertarik dengan agamanya sendiri. Miris sekali dengan hal ini.

Dia pun ingin sekali mengenakan jilbab, namun apa daya, keislamannya saja masih disembunyikan.
Suatu saat tepatnya pada hari Senin, 11 Agustus 2014 aku mengajaknya untuk mengikuti Kajian Ilmiah Ulama Ahlulbait dengan judul Diskusi Publik Ulama Timur Tengah dengan tema “Konsepsi dan Konsekuensi Cinta Ahlulbait” bersama dengan As-Sayyid Al-Habib As-Syaikh DR Sholeh Maula Ad-Dawilah Al-Alawi Al-Husaini dengan penerjemah DR Budiansyah MA (Dosen LIPIA) di Masjid kampus kami yakni Masjid Ukhuwah Islamiyah (MUI).

Malamnya sebelum kajian aku menawarkannya untuk mengenakan kerudung dan dia pun mau, kemudian aku berkata pada dia bahwa aku ingin mengenakan cadar. Kalau mau kajian aku memang selalu mengenakan cadar dan pakaian gelap, karena hanya pada saat seperti itu aku bisa bebas memakai pakaian yang aku suka, aku belum mendapat izin untuk mengenakan cadar dilingkunganku. Oke balik kecerita, aku menanyakan dulu kepada dia bahwa aku ingin memakai cadar, aku menanyakan karena aku takut dia akan takut padaku saat dia melihatku nanti saat di kajian. Tak ku sangka jawaban dia sangat melegakan hatiku, dia mendukungku untuk menggunakan cadar bahkan dia bilang lebih cantik bercadar. Maa syaa Allah, saat sebagian orang Islam menganggap memakai pakaian hitam-hitam dan cadar adalah aliran sesat atau terorris tapi bagi si Muallaf ini tidak, padahal dulu dia pernah bercerita kepadaku bahwa orang tuanya menasihati dia untuk tidak masuk Islam karena nanti kalau dia masuk Islam nanti dia bisa cadaran dan pakaiannya gelap-gelap dan terkena aliran sesat. Makanya aku tanyakan dulu perihal cadar ke dia, tapi ternyata dia malah mendukung, aku berpikir dia akan berpikiran sama dengan ibunya, dan akan menjauh dariku.

Lalu sampailah aku di MUI, aku berpakaian serba hitam dengan cadar hitam plus sarung tangan hitam, yang terlihat hanya mataku saja. Saat diperjalanan aku baru berpikir begini “Duh, kenapa pake hitam-hitam, nanti kalo dia takut gimana? Seenggaknya walaupun pake cadar pake pakean yang berwarna kek dikit, yang warna merah marun atau biru atau ungu, ini mah item semua, nanti kalo dia takut gimana terus malah menjauh dari Islam gimana. Sebagian orang Islam sendiri aja takut kali ngeliat penampilan gue kaya gini” begitu kataku dalam hati. Lalu setelah bertemu, dia mengenaliku, aku melambaikan tangan ke dia dan aku disambut hangat. Hem kemudian kita berdua berpelukan cipika cipiki sambil mengucapkan salam. Hangat sekali. Dan sepertinya dia tidak takut. Lalu kami berdua naik kelantai 2 Masjid UI. Lalu turun kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya, dia belum berkerudung saat itu.

Aku membawa 2 buah gamis satu gamis yang tidak ada lengannya, jadi memakainya harus didouble dengan baju lengan panjang. Lalu gamis yang kedua gamis berwarna merah marun panjang yang sering aku pakai. Lalu aku membawa 3 kerudung yang berbeda ukuran. Yang satu kerudung langsung yang hanya sebatas sampai menutup dada saja berwarna abu-abu muda, yang kedua kerudung yang panjangnya se-paha berwarna hitam, dan yang ke tiga kerudung yang panjangnya hampir sebetis berwarna abu-abu tua. Tujuanku membawa banyak ukuran kerudung adalah agar ia memilihnya sendiri ukuran mana yang dia suka terlebih ini baru pertama kali dia mengenakannya. Aku takut kalau aku bawa kerudung yang panjang semua nanti dia gak suka. Dan pilihannya jatuh pada gamis panjang berwarna merah marun dan kerudung hitam se-paha. Maa Syaa Allah aku tidak menyangka kerudung itu yang dipilihnya. Kerudung hitam panjang. Dimana sebagian muslimah enggan menggunkannya karena katanya serem atau panas atau gak gaul atau kuno. Tapi inilahh yang syar’I yang dia pilih. Aku senang sekali, kemudian aku memakaikan kerudung pilihannya itu untuk pertama kalinya. Subhanallah aku tidak akan melupakan moment itu. Sekarang penampilan dia sudah seperti jamaah kajian yang lain, Cuma bedanya dia tidak bercadar dan memakai kaos kaki. Subhanallah… dia lebih cantik berhijab.

Kemudian saat kajian
Karena temanya tentang cinta ahlulbait, maka banyak menceritakan tentang Rasulullah dan keluarganya juga para sahabatnya, saat syaikh nya berbicara maka kesempatan itu aku gunakan untuk menjelaskan kepada temanku ini tentang isi kajian tersebut, karena aku tahu dia masih bingung karena banyak istilah keislaman dan nama-nama yang bagi dia sangat asing ya seperti nama para ahlul bait dan para imam periwayat hadits. Dia antusias dalam mengikuti kajian ini, dia mencatat faedah kajian. Sesekali bertanya, salah satunya ia menanyakan “kak, Imam Ahmad itu siapa sih?” kemudian aku menjelaskan sedikit yang aku tahu mengenai Imam Ahmad. 

Sampai pada akhirnya kajian selesai. Dan kami melakukan shalat zuhur berjamaah.
Aku mengantar dia untuk wudhu, dan lagi-lagi aku terkejut. Kali ini aku dikejutkan dengan cara wudhunya yang nyaris sempurna sesuai dengan apa yang di contohkan Rasulullah. Maa Syaa Allah. Seringkali aku shalat di masjid/mushala dan yang aku temukan adalah cara wudhu sebagian orang Islam yang cenderung asal-asalan. Misal hanya sekadar kakinya terkena air tanpa di usap itu sering sekali aku dapati, wudhu asal-asalan entah mereka melakukan itu karena kejahilan atau kesengajaan.
Setelah itu kami shalat berjamaah, dan kami menjadi makmum masbuq. Kami tertinggal satu rakaat, lalu dia bertanya, kak kalo begini gimana kak?

... (bersambung) 
-MMA-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar