Rabu, 29 Juli 2015

Haid Wanita Hamil



Secara umum seorang wanita yang sedang hamil akan berhenti haidnya.

Al-imam Ahmad –rahimahullah- berkata: sesungguhnya seorang wanita diketahui kehamilannya dengan terhenti haidnya.

Jika seorang wanita yang sedang hamil mendapati darah keluar dari rahimnya, jika terjadi beberapa saat sebelum kelahiran, seperti dua atau tiga hari, dan keluarnya disertai dengan rasa sakit, maka dihukumi sebagai darah nifas.

Akan tetapi jika terjadinya jauh-jauh hari sebelum melahirkan, atau beberapa saat sebelum melahirkan akan tetapi tidak disertai dengan rasa sakit, maka bukan darah nifas.

Akan tetapi apakah darah tersebut dianggap sebagai darah haid sehingga ditetapkan padanya hukum-hukum haid ataukah dihukumi sebagai darah fasad (istihadhah) sehingga tidak diberlakukan padanya hukum-hukum haid? Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama.

Adapun pendapat yang benar, bahwa darah tersebut adalah darah haid jika terjadi pada masa kebiasaan haidnya. Karena hukum asal darah yang keluar dari rahim seorang wanita adalah darah haid, jika tidak ada sebab yang menghalangi keberadaannya sebagai haid.

Tidak ada keterangan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang menghalangi terjadinya haid pada wanita yang sedang hamil.
Inilah pendapat Al-Imam Malik dan As-Syafi’i serta pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Beliau berkata dalam Al-Ikhtiyaraat halaman 30 : Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa hal ini salah satu pendapat Al-Imam Ahmad. Bahkan beliau menceritakan bahwa Al-Imam Ahmad ruju’ kepada pendapat ini.

Dengan demikian berlakulah hukum haid pada wanita yang sedang hamil sebagaimana berlaku pada wanita yang tidak hamil, kecuali dalam dua masalah:


Pertama, masalah talaq

Haram mentalaq wanita yang memerlukan ‘iddah dengan perhitungan haid yang tidak dalam kondisi hamil. Adapun haid yang terjadi saat hamil, maka tidak haram mentalaq pada kondisi seperti itu. Sementara talaqnya pada wanita yang haid dalam kondisi seperti itu. Sementara talaqnya pada wanita yang haid dalam kondisi tidak hamil menyelisihi firmah Allah:

“…maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapa (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” (At-Thalaq : 1)

Adapun mentalaq wanita yang haid pada saat hamil tidaklah menyelisihi firman Allah diatas. Karena orang yang mentalaq istrinya yang sedang hamil telah mentalaq untuk iddahnya. Sama saja wanita tersebut dalam keadaan haid ataupun dalam keadaan suci, karena iddahnya berdasarkan kehamilannya. Oleh karena itu tidaklah haram bagi suami untuk mentalaq istrinya (yang sedang hamil tersebut) sesudah menggaulinya, berbeda dengan wanita yang kondisinya tidak sedang hamil.


Kedua, ‘iddah wanita yang sedang hamil

‘iddah wanita yang sedang hamil tidaklah berakhir kecuali dengan terlahirnya janin, sama saja wanita tersebut (ditalaq) sedang dalam keadaan haid atau tidak. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

“dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (At-Talaq : 4) 


Disandur dari kitab: Risalah fid-Dimaa ath-Thabi’iyah lin-Nisa (Problema Darah Wanita)
Karya: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
Semoga bermanfaat
Barakallahu fiykum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar