Fadhilatusy Syaikh ditanya
tentang seorang wanta yang kebiasaan haidnya enam hari, kemudian bertambah masa
haidnya.
Beliau menjawab:
Jika kebiasaan haidnya enam hari,
kemudian kebiasaan haidnya bertambah menjadi Sembilan hari atau sepuluh atau
sebelas hari, maka selama masa itu dia tinggal (tidak shalat dan tidak puasa)
hingga dia suci. Karena nabi tidak membatasi bilangan hari tertentu untuk haid
ini. sedangkan Allah berfirman:
“..dan mereka bertanya padamu tentang darah haid. Katakan: dia adalah
sesuatu yang kotor, …” (Al-Baqarah : 222)
Sehingga kapanpun darah haid
tersebut masih tersisa, maka berlaku padanya hukum haid sampai dia bersih dari
haidnya kemudian mandi dan shalat. Jika pada bulan yang kedua masa haidnya
berkurang dibandingkan dengan bulan yang sebelumnya, maka dia mandi sesudah
bersih dari haidnya walaupun haid yang dia alami masanya berbeda dengan bulan
sebelumnya.
Misal fulanah memiliki kebiasaan
masa haid 7 hari setiap bulannya, kemudian pd bulan November masa haidnya
menjadi 10 hari, maka darah yang keluar selama 3 hari diluar kebiasaan haidnya
tersebut tetap dihukumi darah haid dan berlaku hukum-hukum haid dan kemudian
baru bersuci setelah 10 hari tersebut. Nah bila pada bulan selanjutnya yakni
bulan desember si fulanah tersebut haidnya ternyata hanya sampai 6 hari bukan
lagi 10 hari maka dia wajib mandi pada saat selesai haidnya dihari ke-enam
tersebut. Jadi walau masanya berbeda antara bulan sebelumnya dengan bulan
setelahnya si fulanah wajib mandi haid sesudah bersih dari haidnya.
Intinya yang penting, kapan saja
seorang wanita mengalami haid maka dia meninggalkan shalat, baik haidnya sesuai
dengan kebiasannya yang sudah lewat atau bertambah atau berkurang dari
kebiasaannya. Jika dia sudah bersih dari haidnya maka dia menunaikan shalat
kembali.
Disandur dari kitab: Risalah fid-Dimaa ath-Thabi’iyah
lin-Nisa (Problema Darah Wanita)
Karya: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
Semoga bermanfaat
Barakallahu fiykum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar